Selamat Datang Di Cholid Mahmud Center.

Temukan informasi seputar pencalonan Ir. H. Cholid Mahmud, M.T menjadi anggota DPD RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta.

...

Terhitung mulai 1 Januari 2009, web/blog Cholid Mahmud Center, pindah ke:

http://www.cholidmahmud.com

Mari songsong perubahan!
Dari Ummat, Untuk Semua!



Sungguh membahagiakan ketika kita melihat fakta bahwa minat ummat Islam Indonesia untuk berhaji sangat tinggi. Hal tersebut ditandai dengan besarnya jumlah daftar tunggu calon jama’ah haji yang ada saat ini. Di DIY jika kita membayar uang muka ONH ke bank pada hari ini sebesar Rp 20 juta, maka kita akan mendapat porsi berangkat haji pada tahun 2011. Masa tunggunya 3 tahun. Saya dengar di negara tetangga kita, Malaysia, masa tunggu mereka sekitar 5 tahun. Dan itu sudah lama terjadi. Mungkin saat ini masa tunggu mereka sudah lebih dari 5 tahun.

Ritual ibadah haji bukanlah hal yang sulit. Kita hanya perlu berihram, berniat dari miqat, memutar ka’bah tujuh kali yang disebut thawaf, sai, wukuf di arafah, melontar jumrah di mina dan tahallul dengan memotong rambut, serta thawaf ifadhah. Tak satu doapun harus kita hafal, karena kita boleh membaca atau menirukan orang lain. Bahkan ketika kita diam saja sepanjang ibadah haji kita, tak satu doapun kita ucapkan, haji kita tetap sah, asal kita telah mengucapkan “Allahumma labbaika hajjan” pada saat kita memulai haji.

Betapapun haji itu mudah, tetapi berhaji bukan hal yang ringan. Biayanya mahal. Butuh waktu yang lama. Perlu kesiapan mental dan fisik yang baik. Apalagi ketika masa tunggunya harus 3 tahun. Menjaga semangat untuk menunikan ibadah dalam jangka 3 tahun bukanlah hal yang ringan, kecuali bagi orang yang benar-benar berkemauan kuat.

Ketika orang sudah mendaftarkan diri untuk berhaji, biasanya mereka sangat rajin untuk mengikuti berbagai kegiatan yang terkait dengan persiapan calon haji. Banyak di antara calon haji yang segera mendaftar ke lembaga-lembaga bimbingan haji. Di DIY, konon, 80 % jama’ah haji mengikuti bimbingan yang dilakukan oleh Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Mereka juga rajin mengikuti program manasik yang dilakukan oleh Kantor Departemen Agama. Bahkan kalau ada undangan pengajian untuk calon jama’ah haji, baik undangan melalui koran, radio, atau surat undangan langsung, mereka sangat memberi perhatian.

Ketika program manasik berlangsung, tingkat kehadiran mereka tinggi. Bahkan ada yang harus bolak-balik Jakarta Jogja tiap pekan hanya untuk mengikuti pengajian persiapan haji yang hanya 2 jam perminggu itu. Dan itu dilakukan bukan satu dua kali, tetapi selama 3 sampai 4 bulan. Ada juga yang minta diadakan manasik khusus secara intensif selama 3 atau 4 hari dan mereka rela meluangkan waktu khusus untuk datang dari Papua, Aceh, Kalimantan, Sulawesi dll.

Semua hal di atas menunjukkan bahwa para calon jama’ah haji umumnya adalah orang-orang yang sangat berkemauan keras dan sangat bersungguh-sungguh untuk mempersiapkan ibadah haji mereka. Mereka ingin haji mereka benar. Mereka ingin haji mereka mabrur. Setiap kali ada ceramah, atau pengajian, atau kata sambutan pejabat dan terdengar kata ‘haji mabrur’, selalu muncul gema : “aamiin!”

Ketika mereka telah mulai berhaji, kesungguhan itu lebih tampak lagi. Setiap tahap pelaksanaan ibadah mereka lakukan dengan cermat. Saking cermatnya, hal-hal kecil-kecilpun selau mereka tanyakan kepada para pembimbingnya, atau orang-orang yang mereka anggap lebih tahu. Mereka bertanya tentang apa yang harus mereka lakukan, dan apa yang tidak boleh mereka lakukan. Mereka bertanya tentang bagaimana memakai kain sarung ihram, mereka bertanya bolehkah memakai minyak gosok ketika sudah berihram, mereka bertanya bagaimana kalau sehelai rambutnya jatuh saat bersisir.

Kenapa pertanyaan-pertanyaan itu muncul? Karena mereka ingin melakukan sesuatu sesuai tuntunan Allah. Mereka tidak ingin melakukan sesuatu, sekecil apapun, yang tidak dibenarkan oleh tuntunan Allah. Mereka ingin menjadi haji mabrur.

Semangat seperti itulah yang kita harapkan tetap dipertahankan ketika mereka telah kembali ke tanah air. Setiap hal kecil yang akan mereka lakukan mereka bertanya apakah hal itu sesuai tuntunan allah? Apakah hal itu diperkenankan oleh Allah? Apalagi hal-hal yang besar. Itulah sebagian ciri kemabruran haji mereka.

Makkah, 11 Desember 2008



Dalam buku "Ushuulud Da'wah", Dr Abdul Kariim Zaidan mengemukakan bahwa pada hakikatnya kepemimpinan adalah hak publik (ummat). Publik berhak memilih pemimpin mereka, sebagaimana mereka juga berhak mencabut mandat dari pemimpin mereka.

Seorang pemimpin dibutuhkan dalam rangka mengorganisir publik untuk menjaga kemashlahatan dalam kehidupan bersama mereka. Fitrah manusia adalah makhluk sosial yang memerlukan penataan. Tanpa adanya penataan, tentu akan terjadi kekacauan. Kehidupan perlu diorganisasikan, dan kepemimpinan adalah bagian tak terpisahkan dalam pengorganisasian.

Selain itu, banyak perintah agama baik dalam Alqur'an maupun dalam hadits-hadits yang shohih yang mengandung perintah yang dialamatkan kepada orang banyak, kepada ummat, kepada publik, tidak kepada individu. Sekedar contoh misalnya perintah untuk mengajak kepada kebaikan, perintah untuk alamru bil ma'ruuf, perintah untuk annahyu 'anil munkar, perintah untuk menegakkan keadilan dan kebenaran, dll. Isi (content) dari perintah tersebut memang memerlukan kerja kolektif, tidak mungkin bisa dilaksanakan secara individual. Kerja kolektif itu memerlukan pengorganisasian, dan pengorganisasian memerlukan kepemimpinan.

Dari dua hal di atas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kebutuhan publik, baik untuk menjaga kemaslahatan di antara mereka maupun untuk menjalankan tugas-tugas yang menjadi beban mereka. Oleh karena itu publiklah yang paling berhak untuk menentukan siapa yang akan mereka serahi sebagai pemimpin mereka. Merka juga berhak untuk mencabut mandat kepemimpinan itu jika ternyata pemimpin tersebut tidak mampu lagi menjalankan amanah publik itu.

Prinsip tersebut tampak dari praktek politik zaman Khulafaur Rasyidin. Abu Bakar As Shiddiq menjadi pemimpin karena kesepakatan publik. Umar Ibnul Khattab menjadi pemimpin karena kesepakatan publik yang kebetulan tidak berbeda dengan pendapat Abu Bakar sebelum beliau wafat. Beliau menjadi pemimpin bukan karena wasiat Abu Bakar As Shiddiq. Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalibpun menjadi pemimpin karena kesepakatan publik. Tidak ada satupun dari mereka yang menjadi pemimpin karena keturunan, atau karena penunjukan oleh pemimpin sebelumnya.


Karena kepemimpinan adalah hak publik, maka merekalah yang berhak menentukan pemimpin yang mereka kehendaki. Demikian juga jika karena sesuatu hal pemimpin tidak lagi mampu menjalankan amanah publik tersebut maka publik berhak untuk mencabut hak kepemimpinannya dan digantikan orang lain yang mereka sepakati. Publik berhak untuk menyepakati mekanisme teknis untuk menentukan jabatan kepemimpinan di antara mereka, sebagaimana mereka juga berhak membuat ketentuan-ketentuan teknis yang dianggap memberi kemaslahatan untuk kehidupan mereka, misalnya adanya batas masa jabatan seorang pemimpin.
Pemimpin yang telah dipilih wajib ditaati, kecuali nyata-nyata memerintahkan hal-hal yang menyimpang dari tuntunan Allah SWT. Dalam hal-hal yang sifatnya ijtihad, hak pengambilan keputusan ada ditangan pemimpin tersebut.
Pemimpin yang baik adalah pemimpin yang banyak musyawarahnya sebelum mengambil keputusan. Musyawarah tidak harus kepada semua orang, tetapi bisa dipilih orang-orang yang dianggap berkompeten dalam masalah yang dibicarakan. Jika untuk kepentingan ini perlu ada kelembagaan, boleh saja dibuat.
Hak publik adalah memberi masukan kepada pemimpin, baik diminta maupun tidak diminta. Kewajiban publik adalah menasihati pemimpin agar tidak menyimpang dari amanah yang mereka berikan.

Menurut hemat saya, sampai batas tertentu, demokrasi memiliki ruang yang sejalan dengan prinsip dasar kepemimpinan Islam tersebut. Bahwa demokrasi menghasilkan pemimpin yang belum ideal menurut kriteria Islam, itu adalah bab bagaimana kita membentuk 'selera' masyarakat agar memiliki pilihan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam. Itu adalah bab membangun kesadaran publik untuk menentukan pilihan yang benar. Itu adalah bab dakwah.

Wallahu a'lamu bis showab

Makkah, 3 Desember 2008




Harapan ke depan ummat hanya di tangan orang-orang sholeh dan bersih seperti adikku ini mudah-mudahan Allah meridhoi yang diupayakan untuk ummat ini.

*Sunardi Syahuri
Ustadz dan Pengusaha



Beliau seorang ustadz yang ikhlas, cerdas, toleran sesama. Beliau menguasai dengan baik alquran dan sunnah serta mengimplementasikan dalam keseharian. Kesalehan individu dan kesalehan sosial berimbang. Keluarganya utuh sebagai uswah terbaik.

HRMA. Hanafi (Ustadz Jogja)



Simak testimoni mengenai Ir. H. Cholid Mahmud, M.T dari istri beliau...



drg. Sapto Rini



Sosok Ustadz Cholid adalah orang yang punya karakter kuat, integritas tinggi, religious, serta punya pengalaman politik yang panjang sehingga sangat layak menjadi wakil DPD DIY untuk membawa aspirasi masyarakat menuju Jogja Sejahtera dan berperadaban.
(Ahmad Sumiyanto, Ketua DPW PKS DIY)

Sebagai politisi dan anggota dewan yang aktif di Kaukus Parlemen Bersih membuat citra sebagai politisi bersih melekat pada Pak CHolid Mahmud. Dan pencalonan beliau di DPD kali ini akan tetap mendapatkan kepercayaan dari publik.
(Unang Shio Peking, Ketua LSM DIY)

Saya terkesan terhadap kinerja Pak CHolid Mahmud sebagai anggota dewan. Beliau sosok yang tawadhu, kritis, amanah dan pernah menjadi Ketua Kaukus Parlemen Bersih. Bila terpilih menjadi anggota DPD RI dari DIY semoga bisa tetap kritis, amanah, bersih, dan mendukung gerakan anti korupsi.
(Kusno S. Utomo, Wartawan Radar Jogja)

Reputasi sebagai politisi yang bersih dan punya integritas telah menempatkan Pak Cholid Mahmud sebagai Kaukus Parlemen Bersih DIY. Jika, kalau terpilih titip harap untuk tetap "bersih" dan "membersihkan".
(Sujatmiko D.A, Ketua KAMMI DIY)