Selamat Datang Di Cholid Mahmud Center.

Temukan informasi seputar pencalonan Ir. H. Cholid Mahmud, M.T menjadi anggota DPD RI dari Daerah Istimewa Yogyakarta.

...

Sungguh membahagiakan ketika kita melihat fakta bahwa minat ummat Islam Indonesia untuk berhaji sangat tinggi. Hal tersebut ditandai dengan besarnya jumlah daftar tunggu calon jama’ah haji yang ada saat ini. Di DIY jika kita membayar uang muka ONH ke bank pada hari ini sebesar Rp 20 juta, maka kita akan mendapat porsi berangkat haji pada tahun 2011. Masa tunggunya 3 tahun. Saya dengar di negara tetangga kita, Malaysia, masa tunggu mereka sekitar 5 tahun. Dan itu sudah lama terjadi. Mungkin saat ini masa tunggu mereka sudah lebih dari 5 tahun.

Ritual ibadah haji bukanlah hal yang sulit. Kita hanya perlu berihram, berniat dari miqat, memutar ka’bah tujuh kali yang disebut thawaf, sai, wukuf di arafah, melontar jumrah di mina dan tahallul dengan memotong rambut, serta thawaf ifadhah. Tak satu doapun harus kita hafal, karena kita boleh membaca atau menirukan orang lain. Bahkan ketika kita diam saja sepanjang ibadah haji kita, tak satu doapun kita ucapkan, haji kita tetap sah, asal kita telah mengucapkan “Allahumma labbaika hajjan” pada saat kita memulai haji.

Betapapun haji itu mudah, tetapi berhaji bukan hal yang ringan. Biayanya mahal. Butuh waktu yang lama. Perlu kesiapan mental dan fisik yang baik. Apalagi ketika masa tunggunya harus 3 tahun. Menjaga semangat untuk menunikan ibadah dalam jangka 3 tahun bukanlah hal yang ringan, kecuali bagi orang yang benar-benar berkemauan kuat.

Ketika orang sudah mendaftarkan diri untuk berhaji, biasanya mereka sangat rajin untuk mengikuti berbagai kegiatan yang terkait dengan persiapan calon haji. Banyak di antara calon haji yang segera mendaftar ke lembaga-lembaga bimbingan haji. Di DIY, konon, 80 % jama’ah haji mengikuti bimbingan yang dilakukan oleh Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH). Mereka juga rajin mengikuti program manasik yang dilakukan oleh Kantor Departemen Agama. Bahkan kalau ada undangan pengajian untuk calon jama’ah haji, baik undangan melalui koran, radio, atau surat undangan langsung, mereka sangat memberi perhatian.

Ketika program manasik berlangsung, tingkat kehadiran mereka tinggi. Bahkan ada yang harus bolak-balik Jakarta Jogja tiap pekan hanya untuk mengikuti pengajian persiapan haji yang hanya 2 jam perminggu itu. Dan itu dilakukan bukan satu dua kali, tetapi selama 3 sampai 4 bulan. Ada juga yang minta diadakan manasik khusus secara intensif selama 3 atau 4 hari dan mereka rela meluangkan waktu khusus untuk datang dari Papua, Aceh, Kalimantan, Sulawesi dll.

Semua hal di atas menunjukkan bahwa para calon jama’ah haji umumnya adalah orang-orang yang sangat berkemauan keras dan sangat bersungguh-sungguh untuk mempersiapkan ibadah haji mereka. Mereka ingin haji mereka benar. Mereka ingin haji mereka mabrur. Setiap kali ada ceramah, atau pengajian, atau kata sambutan pejabat dan terdengar kata ‘haji mabrur’, selalu muncul gema : “aamiin!”

Ketika mereka telah mulai berhaji, kesungguhan itu lebih tampak lagi. Setiap tahap pelaksanaan ibadah mereka lakukan dengan cermat. Saking cermatnya, hal-hal kecil-kecilpun selau mereka tanyakan kepada para pembimbingnya, atau orang-orang yang mereka anggap lebih tahu. Mereka bertanya tentang apa yang harus mereka lakukan, dan apa yang tidak boleh mereka lakukan. Mereka bertanya tentang bagaimana memakai kain sarung ihram, mereka bertanya bolehkah memakai minyak gosok ketika sudah berihram, mereka bertanya bagaimana kalau sehelai rambutnya jatuh saat bersisir.

Kenapa pertanyaan-pertanyaan itu muncul? Karena mereka ingin melakukan sesuatu sesuai tuntunan Allah. Mereka tidak ingin melakukan sesuatu, sekecil apapun, yang tidak dibenarkan oleh tuntunan Allah. Mereka ingin menjadi haji mabrur.

Semangat seperti itulah yang kita harapkan tetap dipertahankan ketika mereka telah kembali ke tanah air. Setiap hal kecil yang akan mereka lakukan mereka bertanya apakah hal itu sesuai tuntunan allah? Apakah hal itu diperkenankan oleh Allah? Apalagi hal-hal yang besar. Itulah sebagian ciri kemabruran haji mereka.

Makkah, 11 Desember 2008



1 komentar

  1. Anonim // 16 Desember 2008 pukul 00.54  

    Subhanallah,ulasan yang padat dan mengena. Terlepas dari beratnya tantangan u berhaji, mungkin peringannya adalah kuatnya niat.
    Kekuatan niat menjadi kunci yang sangat menentukan...
    Alhamdulillah sempat berjumpa dng Ustadz Kholid, setelah sejak 2004 tidak pernah bersua dng beliau, sesaat beliau mengamati medan jamarat di jembatan dekat terowongan mina...mempersiapkan jamaahnya dapat melempar jumrah dg selamat.
    Bukti tak terbantahkan, bahwa beliau layak, dan teramat pantas...untuk mengemban amanah, mewakili ummat!!

    #Abu Aufa-Jubail KSA